INSPIRASI POLA PENGAJARAN GURU ZAMAN DAHULU UNTUK MEMPERKUAT GURU DI ERA DIGITAL
Oleh: Dr. Zulkifli, MA
Dosen Pendidikan Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Tangerang
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dan penuh kesabaran dalam membina serta membimbing aspek ruhani dan jasmani peserta didik, guna menciptakan pola pembiasaan yang baik dan berbudi pekerti (berkarakter). Ketika kita menelusuri proses pembelajaran di masa lalu, khususnya pada tahun 1970-an, terlihat bahwa fokus utama pendidikan saat itu adalah ilmu pengetahuan. Pola pengajaran yang diterapkan masih bersifat konvensional dan sederhana, di mana peserta didik menunjukkan tingkat konsentrasi yang tinggi.
Pada masa itu, guru tidak dibebani banyak tuntutan dalam proses pengajarannya. Sistem pendidikan yang berlaku adalah teacher-centered, di mana proses pembelajaran lebih berorientasi kepada guru tanpa tekanan untuk menggunakan berbagai teknologi canggih seperti PowerPoint, Canva, atau proyektor. Meskipun tidak ada label profesional atau sertifikasi bagi para guru, niat tulus mereka untuk mendidik memberikan dampak yang signifikan, terlihat dari kedisiplinan dan rasa hormat yang ditunjukkan peserta didik terhadap Bapak dan Ibu guru.
Pengalaman saya di tahun 1980-an ketika menghadapi pembelajaran Pendidikan Agama Islam menunjukkan betapa efektifnya pendekatan yang digunakan oleh guru-guru pada waktu itu. Ketika seorang guru membaca ayat Al-Qur’an, seluruh peserta didik diam dan memperhatikan dengan seksama, sehingga ketika diberi perintah untuk mengulang atau menghafal, mereka dengan cepat memahami dan melaksanakannya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kebersamaan dan kedisiplinan yang berhasil dibangun oleh para guru.
Namun, ada juga pengalaman menarik ketika dalam pelajaran pendidikan olahraga, seorang teman yang tidak fokus dalam praktik senam diberi hukuman berdiri di depan kelas. Hukuman ini bertujuan agar peserta didik lain tidak mengulangi kesalahan yang sama. Pengalaman ini menjadi kenangan berharga yang penuh makna. Dalam proses mendisiplinkan peserta didik, guru-guru zaman dahulu sering kali memberikan hukuman berupa berlari mengelilingi lapangan atau membersihkan sekolah, yang meskipun terlihat keras, sebenarnya bertujuan untuk menanamkan disiplin dan tanggung jawab.
Seiring perkembangan zaman, pandangan terhadap hukuman fisik ini mulai berubah, dan banyak yang menganggapnya sebagai tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia. Meskipun tidak ada teknologi canggih yang digunakan oleh guru-guru zaman dahulu, dedikasi dan semangat mereka dalam mendidik tidak dapat diragukan. Meskipun gaji yang diterima rendah, tanpa tunjangan, dan sarana yang terbatas, mereka tetap melaksanakan tugas dengan sepenuh hati. Saya masih ingat kurikulum CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang diterapkan, meskipun dalam kondisi sarana dan prasarana yang tidak memadai.
Ketika pulang sekolah, guru dan peserta didik sering berjalan kaki bersama, menempuh jarak yang bisa mencapai sepuluh kilometer atau lebih. Di tengah kesulitan tersebut, banyak guru yang bekerja tambahan sebagai pengajar di rumah, menjadi guru mengaji, atau bahkan berjualan untuk mendukung perekonomian keluarga. Dalam era milenial ini, tuntutan untuk menjadi guru semakin tinggi; mereka dituntut untuk tidak hanya mengajar, tetapi juga untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan perkembangan teknologi.
Dibandingkan dengan masa lalu, tantangan yang dihadapi guru kini jauh lebih besar, namun substansi dari proses mendidik dan mengajar tetap sama. Oleh karena itu, kita perlu mengambil kebaikan dan pola pembiasaan yang baik dari pengalaman pendidikan di masa lalu untuk diadaptasi oleh guru zaman sekarang. Proses pembelajaran harus dilaksanakan dalam suasana yang sadar, bermakna, dan menyenangkan, sesuai dengan prinsip-prinsip mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning. Hal ini sejalan dengan penguatan profil pelajar Pancasila yang menjadi inti dari Kurikulum Merdeka (P5).
Dalam dunia pendidikan, ada sebuah pepatah yang menyebutkan, “Setiap yang mengajar itu (guru) ada waktunya dalam tugasnya”. Dengan kata lain, setiap zaman pasti memiliki pendidik yang berperan aktif. Seorang guru yang ikhlas harus mampu menjadi teladan, penyemangat, dan motivator bagi peserta didiknya. Selain itu, peran pendidik tidak hanya terbatas di sekolah, tetapi juga harus mencerminkan kebaikan dalam kehidupan keluarga. Pendidik sejati adalah mereka yang mampu menjadi pelopor kebaikan di dalam dan di luar keluarga.
Dengan demikian, mari kita renungkan dan terapkan pelajaran berharga dari pengajaran guru-guru zaman dahulu, agar dapat memberikan inspirasi bagi generasi pendidik masa kini.