Jakarta-Beritakotanews.com: DPP LDII menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Peran Strategis Bahasa Indonesia dan Faktor Genetika dalam Menjaga Keutuhan NKRI”. Acara yang dihelat pada Rabu (21/3) di Kantor DPP LDII itu menghadirkan Guru Besar Linguistik Universitas Mataram, Prof. Dr. Mahsun M.S; Pakar Hepatitis dari Universitas Mataram Prof. Dr Mulyanto; dan pakar filologi sekaligus Kasubdit Sejarah Kebangsaan, Dr. Sudiyanto.
“Acara ini untuk menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara melalui bahasa dan budaya yang membentuk bangsa Indonesia, yang ke depannya bisa mencari solusi berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia,” ujar Ketua DPP Iskandar Siregar yang juga ketua panitia FGD Kebangsaan.
Para pemateri dalam acara ini, membedah bagaimana asal usul bangsa Indonesia, yang 35.000 tahun lalu berimigrasi dari Ethiopia menuju Timur Tengah, Eropa, dan Asia lalu masuk ke Indonesia. Hal yang menjadi persoalan, bahasa dan budaya bukan saja dimaknai sebagai alat komunikasi atau pertukaran pesan dan adat istiadat, namun juga sebagai ruang yang rentan untuk dikuasai bangsa lain, “Suatu bangsa memerlukan ruang hidup, ketika masyarakat kita yang terbuka mempelajari bahasa asing, menyerap bahasa Korea misal, ini membuka ruang hidup untuk bangsa Korea,” ujar Mahsun.
Dengan demikian, negara lain bisa dengan mudah mengontrol investasi hingga gaya hidup, “Ada perkampungan China di Konawe, Sulawesi Tenggara. Perkampungan ini tumbuh akibat adanya investasi China di wilayah tersebut, “Saat terjadi bentrok dengan penduduk lokal, polisi mengusutnya dan ternyata mereka tak bisa bahasa Indonesia, hal ini menyebabkan terhambatnya penyidikan,” tutur Mahsun.
Mahsun, menyebut bahwa upaya menghilangkan syarat bisa berbahasa Indonesia bagi Tenaga Kerja Asing, membahayakan keberadaan bangsa Indonesia. Bahasa dan budaya ini juga menjadi rentan ketika dijadikan isu sebagai pembeda atau identitas kebangsaan. Misalnya, Papua, Ambon, dan Nusa Tenggara Timur yang diidentitaskan sebagai Melanesia yang berebda sejak awal dengan suku Melayu, “Padahal antara Melayu dan Melanesia berasal dari Austronesia yang bahasa tuturnya memiliki keterkaitan hingga ke Jawa,” papar Mahsun.
Sementara itu, Sudiyanto memaparkan bagaimana genom virus yang menjangkiti nusantara, mampu menunjukkan DNA bangsa di nusantara berasal dari nenek moyang yang sama. Dalam penelitian penyakit hepatitis dan berbagai penyakit lainnya, Sudiyanto mengambil 30.000 sampel darah, “Dari 30.000 sampel kami menemukan 1.600 sampel DNA yang tersebar dari Sabang sampai Merauke yang mampu menunjukkan bangsa-bangsa di Indonesia berasal dari nenek moyang yang sama,” ujar Sudiyanto.
Mengamini Mulyanto, pakar filologi Sudiyanto menyebut ruang bahasa Indonesia juga terganggu dengan penggunaan-penggunaan bahasa asing yang mengikis bahasa Indonesia, “Di sekolah-sekolah yang seharusnya menjadi penjaga bahasa, bahasa Indonesia kalah populer. Perpustakaan menjadi library, jalan layang menjadi flyover,” ujar Mulyanto.
Globalisasi yang tercermin dalam pasar bebas yang di Asia dalam rupa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), bila tak diantisipasi dengan baik, mampu menggoyahkan NKRI atau mempersempit ruang hidup bangsa Indonesia. Para pembicara menyepakati, bahwa bahasa bukan lagi sebatas alat pertukaran informasi tapi menjadi perekat negara bangsa. Di situlah seluruh bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar menjaga bahasa.
Sementara itu, Ketua DPP Prasetyo Soenaryo menegaskan memahami Indonesia tidak bisa mengadopsi teori dari luar, “Hanya bangsa Indonesia yang mampu memahami dirinya sendiri. Membangun Indonesia dengan menggunakan teori bangsa lain, hanya mengakibatkan kesalahan dalam menangani masalah,” imbuh Prasetyo.(Noni-Lines)