Ketua BPET MUI Pusat Muhammad Syaukillah (Foto : Zak)

Jakarta, Beritakotanews.id : Dengan mengambil tema, ‘Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstrimisme dan Terorisme’, Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) MUI Pusat, menggandeng Pemerintah Kota Jakarta Barat bersama MUInya selenggarakan Ngaji Kebangsaan.

Muhammad Syaukillah, Ketua Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme (BPET) MUI Pusat dalam sambutannya menyampaikan alasan kenapa memilih Jakarta Barat sebagai tempat putaran pertama dalam kegiatan Ngaji Kebangsaan.

“Putaran pertama wilayah Provinsi Jakarta yang bertempat di Jakarta Barat, pada giliranya nanti ke Bogor, Depok, Tangerang, Banten dan terakhir Bekasi. Memilih Jakarta urutan pertama pada kegiatan ini karena Indek 2021 menenempatkan DKI Jakarta sebagai wilayah rentan resiko ekstrimisme dan terorisme. Ini bukan karena aparatnya yang tidak siap, tapi Jakarta sebagai target centre of gravity episentrum dari aksi-aksi terorisme,” Kata M.Syaukillah.

Ngaji Kebangsaan dalam rangka optimalisasi Islam Wasathiyah untuk mencegah ekstrimisme dan terorisme di Indonesia, yang di selenggarakan di ruang Ali Sadikin Kantor Walikota Jakarta Barat, pada Rabu, 27/4/2022 dengan para peserta dari MUI Kota se Provinsi Jakarta termasuk MUI Kepulauan Seribu serta para ormas yang ada yakni GP.Ansor dan IPNU, dihadiri oleh Sekko Hj.Iin Mutmainnah, mewakili Walikota Yani Wahyu Purwoko yang berhalangan hadir, Ketua Umum MUI Kota Jakarta Barat, KH.Abdurahman Shoheh, serta para nara sumber dan Kepala Badan Intelijen & Keamanan Mabes Polri yang diwakili oleh Brigjen Pol Umar Effendi.

Brigjen Pol Umar Effendi yang mewakili Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri dalam keynote speaker menyebut kepolisian dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bisa bekerja sama dalam mereduksi penyebaran pemahaman ekstrimisme. Pencegahan akan aksi ekstrimisme dan terorisme disebut bukan lah suatu hal yang mudah.

Isu seputar ekstrimisme dan terorisme disebut akan selalu menjadi hal yang mengkhawatirkan bagi perjalanan bangsa Indonesia yang sangat majemuk. Sejarah mencatat rentetan aksi-aksi teror ini, seperti di Bali, Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar dan beberapa lokasi lainnya.

Ia lantas menyebut, ada hal yang berbeda dari aksi teror di Indonesia jika dibandingkan negara lain. Jika aksi teror di luar negeri dilakukan oleh orang dewasa dan kelompok kecil, namun di negara ini aksi tersebut bisa dilakukan dalam lingkup keluarga.

“Di Indonesia, ini sudah terjadi peristiwa teror, ini satu keluarga lengkap. Bapak, ibu dan anak. Ini perlu menjadi perhatian kita. Di negara lain sepertinya belum ada,” lanjutnya.

Karena itu, ia menyebut dalam upaya mencegah radikalisme dan ekstremisme, BPET bisa menyasar kelompok ibu-ibu yang menghabiskan waktu luangnya dengan berselancar di media sosial.

Konten yang disebarkan melalui media sosial disebut terbukti lebih efektif dalam menarik anggota, jika dibandingkan dengan metode pertemuan terbuka. Dari segi kuantitas, hasil rekrutmen dengan metode media sosial cukup mendominasi.

Brigjen Pol Umar menyebut pihaknya memiliki bukti dari beberapa kasus serangan teror yang terjadi, belum tentu pelaku pernah bertemu dengan perekrut atau yang mengajarkan ajaran ekstrem tersebut.

“Media sosial memiliki kerawanan lebih tinggi dibanding media konservatif, karena siapapun bisa menjadi penulis dan mengunggah apapun yang dia inginkan,” ujar dia.

Selama periode 2021, Polri disebut telah mengamankan 392 terduga teroris yang terlibat dalam 26 kasus tindak pidana ekstremisme, di berbagai wilayah Indonesia. Di wilayah Sulawesi Selatan lebih dari 30 orang tertangkap, Jawa Timur 35 orang, Sumatera Utara 33 orang, DKI Jakarta 21 orang, Jawa Tengah 19 orang, serta Lampung 17 orang.

Lebih lanjut, ia menyebut ada beberapa jalan yang bisa dilakukan Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme MUI, dalam upaya mereduksi dan mengeliminasi penyebaran dan perkembangan pemahaman ekstrem, yang berujung pada aksi teror.

Optimalisasi Islam wasathiyah disebut menjadi salah satu cara yang bisa ditempuh. Moderasi dalam beragama bisa dipahami dengan baik tanpa melanggar syariat agama. Contohnya, menerapkan cara pandang dan sikap kehidupan yang melindungi martabat kemanusiaan, serta membangun kemaslahatan umat dengan prinsip adil, imbang dan mentaati konstitusi.(fin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *