Jakarta, Beritakotanews.id : Ketua Pengurus Pusat (PP) Senkom Mitra Polri Tri Joko menghadiri Focus Group Discussion (FGD) “Kolaborasi Multipihak dalam Pemulihan dan Penguatan Bidang Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Pascabencana” yang diinisiasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Hotel Bidakara, Jakarta, (Kamis, 22/8).
Direktur Pemulihan dan Peningkatan Sosial Ekonomi dan Sumber Daya Alam BNPB (PPSESDA) Dra. Eni Supartini, M.M mengatakan, BNPB mengajak semua lapisan masyarakat untuk bergerak bersama dalam kesiapsiagaan bencana. “Kami membutuhkan kerja sama semua pihak agar penanganan pascabencana berjalan maksimal,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, FGD itu mengundang mitra strategis BNPB baik mitra pembangunan internasional seperti UNFPA dan PETRA. Selain itu juga mengundang mitra pembangunan nasional seperti Senkom Mitra Polri, Human lnitiative, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan lklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI NU), Palang Merah lndonesia (PMl), Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan asosiasi industri/profesi. “Diharapkan FGD hari ini bisa membuat komitmen bersama, mungkin bisa diadakan perjanjian kerja sama (PKS) atau MoU,” tutupnya.
FGD itu menghadirkan keynote speech Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB Jarwansah, S.Pd, M.AP, MM. Dalam pemaparannya, ia mengatakan Indonesia terletak pada tiga lempeng tektonik utama yang aktif yaitu Eurasia, Pasifik dan Indo Australia. “Proses tektonik aktif tersebut menyebabkan Indonesia sering terjadi gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan lainnya. Menurut The World Risk Index tahun 2019, Indonesia berada pada peringkat 37 dari 180 negara paling rentan bencana,” ujarnya.
Ia menambahkan, Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan banyak pulau dan terletak di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan kondisi alam yang memiliki berbagai keunggulan, “Namun di pihak lain posisinya berada dalam wilayah yang memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis yang rawan terhadap terjadinya bencana,” tambahnya.
Ia menyebut, bencana alam seperti banjir, longsor, cuaca ekstrim, gempa bumi, tsunami, erupsi gunung berapi, serta bencana non alam seperti bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan, dapat mengakibatian dampak korban jiwa meninggal dunia, “Tak hanya itu, juga menyebabkan kerusakan rumah masyarakat, infrastruktur, dan lingkungan serta mengganggu penghidupan masyarakat pada sektor sosial, perekonomian, dan sektor lainnya,” ungkapnya.
Ia menegaskan, dalam penanganan bencana kolaborasi menjadi kunci, “Kolaborasi adalah kunci dalam pemulihan pascabencana. Tidak ada satu pihakpun yang bisa melakukannya sendiri. Kita semua harus bekerja sama untuk membangun kembali dengan lebih baik dan berkelanjutan,” tutupnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua PP Senkom Mitra Polri Tri Joko mengatakan, FGD mengenai kolaborasi multipihak dalam penanganan bencana oleh BNPB adalah inisiatif yang sangat penting dan strategis. “FGD ini menunjukkan komitmen BNPB untuk memperkuat koordinasi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta,” ungkapnya.
Ia menyebut, kegiatan itu membuka peluang untuk memahami tantangan yang dihadapi di lapangan dan mencari solusi yang dapat diterapkan secara kolektif. “Melalui FGD ini, diharapkan dapat dihasilkan rekomendasi konkret yang dapat memperbaiki respons dan pemulihan pascabencana, serta meningkatkan kesiapsiagaan di masa mendatang,” paparnya.
Tri Joko menambahkan, peran masyarakat dalam penanganan bencana sangat krusial, karena mereka adalah pihak yang pertama kali merasakan dampaknya dan sering kali menjadi responden pertama. “Dalam hal ini, Senkom Mitra Polri memainkan peran penting sebagai penghubung antara masyarakat dengan pemangku kepentingan, khususnya dalam situasi darurat seperti bencana. Peran Senkom Mitra Polri dalam berkolaborasi dalam penanganan pascabencana meliputi komunikasi dan koordinasi, edukasi dan pelatihan, serta partisipasi dalam evakuasi dan pertolongan,” ungkapnya.
Setelah FGD ini, lanjutnya, harapannya adalah terciptanya sinergi yang lebih kuat antara pemerintah dan elemen masyarakat dalam penanganan bencana. Pertama, penguatan kerja sama. Dengan adanya kesepakatan yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab setiap pihak, “Sehingga ketika bencana terjadi, semua pihak dapat bekerja secara harmonis dan efisien,” ujarnya.
Kedua adalah implementasi rencana tindak lanjut. Rekomendasi dan temuan dari FGD diharapkan dapat diterjemahkan menjadi rencana tindak lanjut yang konkret dan dapat diimplementasikan dengan segera. “Yang ketiga yaitu peningkatan kapasitas dan kesiapsiagaan. FGD ini diharapkan juga mendorong upaya peningkatan kapasitas baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat, termasuk dalam hal pelatihan, penyediaan peralatan dan pengembangan sistem komunikasi yang lebih efektif,” urainya.
Selajutnya adalah transparansi dan akuntabilitas. Dengan sinergi yang baik, diharapkan ada transparansi dalam setiap tahapan penanganan bencana dan akuntabilitas dari setiap pihak yang terlibat. “Yang terakhir kami harapkan adanya keberlanjutan program dan kebijakan,” tutupnya.(Qih/Fin).