![](https://beritakotanews.id/wp-content/uploads/2020/04/20200411_104301.jpg)
Jakarta, Beritakotanews.com: Mencermati lahirnya UU 11/2019 tentang Sisnas Iptek, maka pimpinan Lembaga Bantuan Teknologi (LBT), Prasetyo Sunaryo berpendapat, bahwa melaksanakan amanat UU tersebut harus dilakukan dengan sebaik mungkin dengan mengindahkan kaidah-kaidah intrinsic upaya penguasaan dan peningkatan penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hakekatnya kelembagaan Iptek merupakan kelembagaan yang kinerjanya adalah berbasis atau ditentukan oleh kreativitas pegiat Iptek dan kadar relevansi program terhadap kebutuhan masyarakat atau pasar, jadi determinant factornya bukan karena factor otoritas kelembagaan atau nomenklatur kelembagaan.
Demikian disampaikan Prasetyo Sunaryo, Ketua Dewan pembina Yayasan Lembaga Bantuan Teknologi (LBT) dalam siaran Persnya yang diterima Beritakotanews.com, Jumat 10/42020.
UU tersebut menurut Prasetyo Sunaryo mengamanatkan pembentukan lembaga dengan sebutan badan riset dan inovasi nasional (menjadi BRIN,pasal 48).
“Untuk itu harus jelas benar apa peran, misi Lembaga baru tersebut ditengah-tengah keberadaan Lembaga Iptek yang telah ada. Badan tersebut mendapat amanat melaksanakan integrasi dari kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta Invensi dan Inovasi,” Ujar Pras.
Sudah jelas, bahwa posisi inovasi adalah merupakan produk paling hilir dari kegiatan Iptek, maka tugas BRIN adalah melakukan proses hilirisasi produk Iptek, yang diawali dengan penyusunan rencana induk Iptek. Karena inovasi itu di hilir, maka proses hulu Iptek masih harus tetap dilaksanakan oleh Lembaga Iptek yang telah ada (LIPI, LAPAN, BPPT, BATAN dll), lanjutnya. Sehingga fungsi BRIN bukan untuk mengggabungan Lembaga-lembaga Iptek yang telah ada.
“Hakekatnya Inovasi hanya bisa terwujud bila didukung oleh pilar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang dilahirkan oleh SDM Iptek. Dan pilar-pilar itu sudah ada dengan lengkap. Jadi konteks integrasi disini oleh BRIN adalah, bahwa BRIN membuat rencana induk Iptek untuk akhirnya bisa menghasilkan inovasi sebagai rancangan pencapaian solusi permasalahan nasional. Selanjutnya berdasarkan rencana induk, pelaksanaannya adalah oleh Lembaga Iptek yang sudah ada sesuai dengan Tupoksi masing-masing Lembaga, jadi disini tugas BRIN adalah mendistribusi pelaksanaan program yang tercantum dalam rencana Induk ke masing-masing Lembaga Iptek yang sudah ada dan bukan melebur Lembaga Iptek yang ada menjadi BRIN,”Tegas Prasetyo Suaryo.
Prasetyo menilai, dalam Menyusun rencana induk saja sudah cukup berat, dan ini akan dilaksanakan oleh BRIN yang pembuatannya bisa saja dilakukan oleh gabungn peneliti/perekayasa senior, praktisi Iptek, pengamat Iptek dan para pegiat eknonomi berbasis Iptek, jadi bukan dengan menghilangkan atau melebur lembaga-lembaga Iptek yang sudah ada, bahkan justru berisiko membawa kerugian pada masa mendatang. Jadi BRIN menjalankan fungsi atau paradigma energizing dan synergizing Lembaga Iptek yang sudah ada dan bukan melakukan restructuring.
“Mestinya keberadaan institusi Iptek yang sudah ada saja yang perlu dioptimalisasikan atau lebih diberdayakan guna mendukung kebijakan nasional Iptek yang tertuang dalam rencana Induk,” jelas Prasetyo.
Sebagai contoh, ujarnya, adalah agar peran masing-masing lembaga yang ada sekarang seperti apa adanya dan selanjutnya di integrasikan program-programnya oleh BRIN dengan merujuk pada rencana induk Iptek. Sehingga pada ujung hilirnya akan menghasilkan inovasi yang siap untuk diproduksi secara massal oleh sistim produksi nasional.
di Akhir siaran persnya Prasetyo Sunaryo menambahkan, bahwa yang paling utama diperlukan negara dalam membangun memang benar adalah inovasi dan itu merupakan ujung paling hilir dari aktivitas Iptek, untuk itu bagian hulu aktifitas Iptek yang sudah ada harus diperlakukan sebagai asset nasional yang telah tersedia, tutup Pras.(fin).