JAMBI, Beritakotanews.id : Sebuah ironi besar tengah menghantui dunia olahraga Jambi. Alih-alih menjadi momentum kebangkitan, pelantikan kepengurusan baru Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Jambi pada 11 Agustus 2025 justru berpotensi menjadi babak baru dalam drama pelanggaran aturan dan konflik kepentingan.

Aliansi Keadilan Bersama POLRI (AKBP) dengan tegas menyuarakan keprihatinan terhadap komposisi pengurus yang akan dilantik. Sejumlah nama dalam struktur inti, termasuk Ketua, Sekretaris, dan Bendahara, tercatat masih menjabat sebagai pimpinan cabang olahraga (Cabor) tingkat provinsi. Fakta ini secara terang-terangan melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KONI, yang seharusnya menjadi rujukan utama dalam pengelolaan organisasi.

Rangkap Jabatan Jadi Budaya?
Di balik kemegahan pelantikan yang akan dihadiri langsung oleh Ketua Umum KONI Pusat, tersimpan pertanyaan besar: apakah pemimpin tertinggi KONI tidak memahami aturan organisasinya sendiri, atau sengaja menutup mata?

Aturan mengenai larangan rangkap jabatan sebetulnya sangat jelas dan tidak multitafsir:

Pasal 22 Ayat (2) AD KONI 2020:

“Ketua Umum, Wakil-Wakil Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum KONI Provinsi tidak boleh merangkap jabatan pada organisasi keolahragaan baik secara horisontal maupun vertikal.”

Pasal 23 Ayat (2) AD KONI 2020:

“Unsur Pimpinan Pengurus Provinsi Cabang Olahraga… tidak boleh merangkap jabatan sebagai pimpinan KONI Provinsi…”

Larangan ini dibuat untuk menghindari konflik kepentingan. Bagaimana mungkin seorang Ketua KONI bisa bersikap adil dalam mendistribusikan dana, fasilitas, dan program pembinaan jika ia juga mengurus salah satu Cabor? Ini membuka peluang bagi praktik pilih kasih, penggelembungan anggaran, hingga pembusukan sistemik prestasi olahraga.

Ketua Terpilih Diduga Langgar UU Kepolisian
Kritik tak berhenti di situ. Sosok yang akan dilantik sebagai Ketua Umum KONI Jambi, AKBP Mat Sanusi, juga menuai sorotan tajam karena masih berstatus sebagai perwira aktif di Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ini berpotensi melanggar:

UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, Pasal 28 Ayat (3):

“Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.”

Dengan status tersebut, pengangkatan AKBP Mat Sanusi sebagai Ketua KONI dinilai ilegal dan mencederai prinsip netralitas institusi negara.

KONI Pusat: Melegitimasi Kekacauan?
Kehadiran Ketua KONI Pusat dalam pelantikan ini bukan sekadar seremoni biasa. Jika pelantikan tetap dilanjutkan tanpa koreksi, maka organisasi tertinggi olahraga nasional dianggap ikut melegitimasi pelanggaran aturan yang mereka buat sendiri. Hal ini bisa menjadi preseden buruk bagi KONI daerah lainnya dan memperkuat anggapan bahwa pelanggaran hukum adalah bagian dari “tradisi” yang dibenarkan asal demi kepentingan kelompok.

Aliansi AKBP menyebut pelantikan ini sebagai:

“Penghinaan terhadap semangat sportivitas dan tata kelola yang bersih.”

Tuntutan Tegas Aliansi AKBP
Dalam pernyataan resminya, Aliansi Keadilan Bersama POLRI menuntut:

Tunda Pelantikan
Sampai seluruh unsur pimpinan KONI Jambi terbukti sah mengundurkan diri dari jabatan di Cabor.

Buktikan Kepatuhan
Seluruh pengurus yang merangkap jabatan wajib menunjukkan surat pengunduran diri dari organisasi asal sebelum dilantik.

Klarifikasi Publik Ketua Terpilih
AKBP Mat Sanusi harus menjelaskan statusnya sebagai anggota Polri aktif dan menunjukkan bukti kepatuhan terhadap UU Kepolisian.

Evaluasi Total
KONI Pusat wajib mengevaluasi proses seleksi dan formatur KONI Jambi yang melahirkan struktur cacat hukum ini.

Penutup: Olahraga Bukan Ladang Kekuasaan
Olahraga adalah dunia yang menjunjung tinggi disiplin, kejujuran, dan keadilan. Jika organisasi seperti KONI malah melanggar nilai-nilai dasar ini, bagaimana mungkin prestasi bisa tumbuh?

Pelantikan yang direncanakan pada 11 Agustus 2025 bukan sekadar seremoni, tapi menjadi ujian besar bagi KONI Pusat—apakah akan berdiri di sisi aturan, atau ikut tenggelam dalam lumpur pelanggaran?

Pelantikan bisa ditunda, tetapi kehormatan tak bisa dibeli.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *