Opini :
Thonang Effendi*
Pancasila, Rumah untuk Kita Semua
Di sebuah RT pada Minggu pagi yang cerah, warga berkumpul dalam kegiatan kerja bakti. Ibu-ibu menyajikan kopi, teh panas, dan singkong goreng. Anak-anak membawa sapu lidi dan kantong sampah. Sementara para bapak bahu-membahu memperbaiki selokan dan membersihkan lingkungan. Tidak ada yang membahas Pancasila secara langsung, tetapi nilai-nilainya hadir nyata di situ: gotong royong, kepedulian, persatuan, dan penghormatan antarsesama.
Dalam momentum peringatan Hari Lahir Pancasila setiap 1 Juni, kita diajak kembali merenungkan: di mana dan bagaimana seharusnya Pancasila dihidupkan? Jawabannya mungkin tak perlu jauh-jauh. Pancasila bisa dimulai dari ruang terkecil masyarakat: dari rumah, dasa wisma, dan RT-RW.
Pancasila bukan sekadar dokumen negara atau sekadar teks yang dihafal di sekolah. Ia adalah nilai hidup yang harus mengalir dalam kehidupan sehari-hari. Seperti rumah, Pancasila adalah ruang tempat semua warga merasa aman, diterima, dan tumbuh bersama dalam keberagaman. Di dalamnya ada cinta tanah air, keadilan sosial, tenggang rasa, dan semangat tolong-menolong.
Salah satu ruang yang sangat strategis untuk menghidupkan Pancasila adalah kelompok dasa wisma. Di sini, nilai-nilai kebersamaan, keterbukaan, dan solidaritas tumbuh dalam praktik. Kegiatan seperti arisan warga, pembagian sembako, pengajian kampung, pelatihan keterampilan, hingga ronda malam, menjadi ladang persemaian karakter bangsa.
Di tengah tantangan zaman seperti banjir informasi, meningkatnya individualisme, serta maraknya ujaran kebencian di media sosial, dasa wisma bisa menjadi benteng nilai dan akhlak. Di sinilah para orang tua, guru, tokoh masyarakat, dan pemuda bisa berkolaborasi untuk menjaga suasana lingkungan yang rukun dan saling menghargai.
Dalam kerangka ini, pendidikan karakter berbasis masyarakat menjadi penting. Nilai-nilai seperti jujur, amanah, disiplin, saling menghargai, dan peduli sesama bisa ditumbuhkan sejak dini dalam keluarga dan lingkungan sekitar. LDII, misalnya, telah mengembangkan 29 karakter luhur generasi bangsa, yang di dalamnya mencakup prinsip seperti jujur, amanah, mujhid-muzhid, rukun, kompak, kerja sama yang baik, serta bener-kurup-janji sebagai fondasi membentuk insan profesional religius.
Semua itu tak bisa berjalan hanya dengan doktrin. Harus ada keteladanan, pembiasaan, dan ekosistem sosial yang sehat. Maka, menghidupkan Pancasila berarti menghidupkan ruang-ruang interaksi warga yang saling menguatkan. Rumah bukan sekadar bangunan, melainkan tempat tumbuhnya nilai.
Mari jadikan Pancasila sebagai rumah bersama yang nyaman untuk kita semua. Dimulai dari dasa wisma, dari RT, dari ruang-ruang kecil yang penuh kasih sayang, kita bisa merawat semangat kebangsaan dengan cara yang nyata. Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu merawat nilai-nilai besarnya di ruang yang paling sederhana.
Kita mesti bersyukur .. Alloh memberikan Ilham yg sangat jitu kepada pendiri bangsa sehingga muncul Pancasila, sebuah idiologi bangsa yg sangat jos untuk segala situasi dan kondisi.