
Jakarta, Beritakotanews.com: Adanya Madrasah Diniyah, bukan tidak ada sebabnya, karena kurikulum yang diterapkan di Sekolah Dasar (SD) perbandingan pendidikan Agama dengan pengetahuan umum 30:70, sehingga berdirilah Madrasah Diniyah dimana-mana agar kekurangan pendidikan agama bagi anak-anak bangsa bisa terpenuhi. Hal ini karena pedulinya para Kyai, para pendidik pesantren pada bangsa dan negara Indonesia.
“Bagaimana jadinya bangsa ini jika anak-anak bangsanya tidak ada pendidikan agama yang cukup? saat ini dimana pendidikan agama di Madrasah yang dianggap cukup saja kondisinya begini, apa lagi sekian tahun kedepan, jika tidak ada pendidikan agama yang cukup?,” Ujar Rais Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Mahfudz Asirun, di kantor MUI Kota Adm Jakarta Barat, Rabu,6/9/2017.
KH. Mahfudz, selanjutnya menjelaskan tentang Sejarah pendidikan di Indonesia yang tidak akan bisa lepas dari Madrasah Diniyah dan pesantren yang kontribusinya konkret dan teruji.
“Perjuangan para pendidik pesantren dan Madrasah Diniyah sudah jelas menghasilkan kader bangsa yang tangguh menyelamatkan bangsa ini, di Madrasah Diniyah dan Pesantren inilah, kader bangsa ini dididik Agama, hati dan pikiranya ditanamkan Agama, yang didalamnya jelas sudah termasuk pendidikan karakter. karena ada pendidikan aqidah dan akhlak,” Jelas KH. Mahfudz Asirun, Pengasuh Pondok Pesantren Al Itqon, Jakarta.
Sebagaimana yang dirilis nu.or.id, Kebijakan full day school (FDS) menurutnya jelas-jelas akan mematikan Madrasah Diniyah dan Pesantren. Praktik full day school nantinya akan meminimkan pengetahuan agama Islam yang tasamuh, di mana selama ini diajarkan melalui madrasah diniyah dan pesantren.

“Praktik full day school (FDS) bisa berakibat anak didik akan mencari ajaran agama dari jalan lain seperti internet dan lain sebagainya yang pastinya lepas kontrol seorang guru dan akan mengakibatkan pemahaman agama yang tumpang tindih bahkan condong radikal,” Tegas KH. Mahfudz.
Kyai Mahfud, sebagaimana yang dirilis nu.or.id menjelaskan lebis lanjut, bahwa Kebijakan FDS tidak hanya membahayakan pendidikan agama di daerah-daerah. Menurut Kiai Mahfudz, kebijakan ini juga mengancam pendidikan agama Islam di ibukota Jakarta. Pasalnya jadwal pendidikan agama Islam di Jakarta tidak jauh berbeda dengan jadwal pendidikan diniyah dan pesantren di daerah-daerah.Tutup Kiai Mahfudz.
Banyak pesantren di Jakarta maupun luar Jakarta yang dibangun oleh para ulama berawal dari kajian surau lalu berkembang menjadi diniyah dan menjadi pendidikan formal berbentuk pesantren. Ambil contoh Pesantren Al-Itqon Jakarta. Pesantren ini berawal dari madrasah diniyah lalu berkembang jadi pesantren formal.(A-3)