Babel, Beritakotanews.com: Sebagaimana dilansir suaraislam yang ditulis oleh Farah Abdillah, Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII Hasilkan Deklarasi Bangka Belitung.

KUII yang diikuti oleh ribuan peserta dari seluruh unsur ormas Islam di Indonesia termasuk LDII, menghasilkan deklarasi Bangka Beliting.

Secara resmi, acara lima tahunan yang digelar MUI pusat itu ditutup oleh Menteri Agama Fachrul Razi pada Jumat malam (28/2/2020).

Sebelumnya, kongres yang diikuti sekitar seribu orang dari seluruh Indonesia itu dibuka oleh Wapres sekeligus Ketua Umum MUI KH Ma’ruf Amin pada Rabu malam 26 Februari 2020.

KUII VII menghasilkan Deklarasi Bangka Belitung. Isi deklarasi yang perumusannya diketuai oleh Ketua MUI Sumatera Barat Buya Gusrizal Gazhar itu terdiri atas sembilan poin.

Berikut isi lengkap Deklarasi Bangka Belitung yang dibacakan oleh Wasekjen MUI Sholahuddin Al Aiyyub:

DEKLARASI BANGKA BELITUNG

بســم الله الرحــمن الرحيــم

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ…

(Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…) (Ali Imran:110)

Atas berkat rahmat Allah SWT, Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII Tahun 2020 telah diselenggarakan di Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 2-5 Rajab 1441 H bertepatan tanggal 26-29 Februari 2020. Kongres dihadiri oleh segenap komponen umat Islam di Indonesia: pimpinan Majelis Ulama Indonesia se-Indonesia, pimpinan Ormas-Ormas Islam, pimpinan organisasi kemahasiswaan kepemudaan (OKP) Islam, pengasuh pondok pesantren dan sekolah Islam, pimpinan perguruan tinggi Islam, dunia usaha, lembaga filantropi Islam, media, pejabat Pemerintah, partai politik, dan para tokoh Islam lainnya.

Bahwa atas dasar komitmen untuk menjaga, mengawal, membela, dan mempertahankan bangsa dan negara Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, umat Islam Indonesia berkewajiban untuk mengawal dan meluruskan kembali arah kehidupan berbangsa dan bernegara yang menyimpang dari tujuan didirikannya negara-bangsa ini, sila-sila dalam Pancasila, dan ajaran agama.

Bahwa sebagai wujud tanggungjawab keagamaan (mas’uliyah diniyah), tanggung jawab kebangsaan (mas’uliyah wathaniyah), dan tanggungjawab keumatan, setelah mencermati kondisi umat, bangsa, dan negara saat ini, dengan senantiasa memohon perlindungan dan ridla Allah SWT, Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII Tahun 2020 menyampaikan DEKLARASI BANGKA BELITUNG sebagai berikut:

Pertama: Menyeru segenap warga bangsa, khususnya para pemimpin negara, untuk tidak mempertentangkan pola pikir kebangsaan dengan pola pikir keagamaan. Hal itu merupakan bentuk pengingkaran atas kesepakatan nasional (al-mitsaq al-wathani) yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai landasan konstitusi negara.

Umat Islam Indonesia meyakini, dasar negara tersebut sesuai dan sejalan dengan ajaran agama Islam. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai agama yang ada di Indonesia. Karena itu, dalam konteks berbangsa dan bernegara, ajaran agama harus diposisikan sebagai sumber hukum, sumber inspirasi, landasan berfikir, dan kaedah penuntun dalam penyusunan peraturan perundang-undangan serta kebijakan negara dan pemerintahan.

Kedua: Menyeru penyelenggara negara untuk secara konsekuen dan konsisten terus menjalankan amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan, menegakkan hukum dan aturan yang berlaku, dan memberikan sanksi yang sangat tegas dan adil terhadap setiap pihak yang melanggar. Khusus terkait praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sangat merugikan negara, pelakunya harus menjadi musuh bersama dan wajib dicegah serta dihukum secara maksimal tanpa tebang pilih.

Ketiga: Menyeru partai politik agar konsekuen dan konsisten mengedepankan tanggungjawab kebangsaan dalam menjalankan fungsinya, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, melakukan pengawasan dan keseimbangan (checks and balances) terhadap kebijakan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, menjalankan pendidikan dan kaderisasi politik yang berkelanjutan, dan ikut aktif membentuk budaya politik yang demokratis, modern, partisipastif, akuntabel dan menjunjung tinggi hak-hak rakyat; tidak membangun oligarki politik dan bukan hanya berorientasi pada kekuasaan serta politik praktis.

Keempat: Menyeru penyelenggara negara agar meningkatkan keberpihakan pada pengembangan ekonomi kerakyatan dan menghilangkan seluruh dominasi kekuatan pasar melalui peraturan perundang-undangan, layanan publik, subsidi dan insentif yang tepat sasaran, serta membangun iklim perekonomian nasional yang adil dan beradab, demi terwujudnya sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kelima: Mendorong penyelenggara negara dan umat Islam serta dunia usaha untuk secara bersama-sama terus mengembangkan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada ekonomi dan keuangan syariah, menjadikan ekonomi syariah sebagai penyangga perekonomian nasional, melalui pengembangan industri halal, keuangan syariah, social fund (ziswaf), dan bisnis syariah.

Keenam: Mengajak seluruh umat Islam untuk lebih mengedepankan semangat persatuan sesama umat Islam, mengembangkan pemahaman keagamaan moderat (wasathiyat al-Islam), menghindarkan diri dari praktik-praktik keagamaan yang mengarah pada liberalisme, sinkretisme, sekularisme dan pluralisme agama, serta terus meningkatkan kerjasama secara sinergis, terkoordinasi, berkesinambungan antar ormas Islam dan lembaga Islam dalam meningkatkan kualitas kehidupan umat Islam di berbagai bidang.

Ketujuh: Menyeru Pemerintah agar dalam menyusun kebijakan Pendidikan nasional diarahkan pada terbentuknya generasi muda yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, produktif, kompetitif, berjiwa merdeka, berdaulat, percaya diri, dan berkepribadian luhur, tidak terpengaruh dengan paham-paham sekularisme, hedonisme, konsumerisme, dan liberalisme, serta mempunyai wawasan kebangsaan dan keagamaan yang moderat.

Kedelapan: Mendorong ormas dan kelembagaan Islam agar lebih mengoptimalkan perkembangan teknologi informasi untuk kepentingan dakwah, pendidikan Islam, ekonomi, dan membentuk big data umat yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam pembangunan umat Islam dan kehidupan beragama, serta mencegah berbagai upaya pembelokan isu atau penggiringan opini yang tidak menguntungkan umat Islam.

Kesembilan: Menyeru Pemerintah untuk secara istiqomah/konsisten menjalankan kebijakan luar negeri yang bebas aktif dengan berkontribusi lebih besar dalam menyelesaikan konflik yang melanda umat Islam di berbagai belahan dunia, menjaga perdamaian dunia dengan menjadi juru runding bagi negara-negara yang berkonflik, dan mensosialisasikan dan mengampanyekan nilai-nilai Pancasila dalam menata harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara kepada masyarakat internasional, khususnya negara-negara yang dilanda konflik.

Hasbunallah wa ni’ma al-wakil, ni’ma al-maula wa ni’ma al-nashir.

Pangkal Pinang, 5 Rajab 1441H/28 Februari 2020 M

red: farah abdillah