Jakarta, Beritakotanews.id : Pertengahan tahun 2023 ini, situasi politik di Indonesia mulai mengalami tensi yang meninggi. Wajar saja karena perhelatan politik di Februari tahun 2024 akan di gelar untuk memilih Presiden, calon Presiden dan anggota legislatif. Tentu semua pihak berharap sungguhpun tensi politik meninggi tidak diiringi situasi yang menegangkan di tengah-tengah masyarakat. Karena itu berbagai elemen masyarakat berusaha melakukan pendidikan politik untuk mencegah agar tidak terjadi konflik politik, sebagaimana yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Administrasi Jakarta Utara.
Upaya MUI kota Administrasi Jakarta Utara dalam menjaga Ukhuwah Islamiyah Wathoniyah dan Basyariyah di negara kesatuan RI mengadakan acara Silaturahmi dan Halaqah Dakwah Dai dan Dewan Kemakmuran Masjid.
Acara yang mengambil tema Urgensi Peran Dai dan DKM Masjid dalam Membangun Ukhuwah di tahun politik ini, diselenggarakan pada Selasa,13/6/2023 diikuti lebih dari 100 dai-daiyah dan Pengurus Masjid se Jakarta Utara.
Dalam kegiatan yang diselenggarakan di kantor walikota Jakarta Utara tersebut menghadirkan narasumber dari MUI Pusat, KH. M. Cholil Nafis Lc., MA., Ph.D ketua bidang dakwah dan ukhuwah, KH. Ahmad Zubaidi, MA, Ketua Komisi Dakwah, dan Irjen Pol (Purn) Ir. Hamli, M.Si, Pengurus Badan Penanggulangan Ekstrimisme dan Terorisme MUI Pusat).
Acara dilangsungkan di Kantor Wali Kota Jakarta Utara dan dihadiri juga oleh Wakil Wali Kota Jakarta Utara Ir. Juaini, MM.Ketum MUI Jakarta Utara KH. A. Ibnu Abidin, Lc. dan Sekum KH. Ali Fahmi, SE.
Dalam paparannya, Kyai Cholil Nafis mengatakan bahwa kunci damai di tahun politik ini adalah kalau masyarakat dapat membangun ukhuwah holistik. “Ukhuwah Holistik adalah ukhuwah antar warga bangsa dengan tidak mengenal sekat-sekat primordial baik karena suku, ras maupun agama atau preferensi politik”, jelas Kyai Cholil.
“Dengan ukhuwah holistik maka sungguhpun ada perhelatan politik, persatuan dan kesatuan dapat terjaga, karena masyarakat sudah memahami bahwa persaudaraan adalah di atas segala-galanya,” tambah Kyai Cholil.
Kyai Cholil juga menegaskan, terkait preferensi politik, orang dapat memilih berdasar selera masing-masing, mungkin karena kesamaan suku, agama, ras atau hal-hal lain karena adanya pertemuan emosi, tetapi yang terpenting adalah bagaimana satu sama lain tetap saling menghargai dan menghormati. Karena itu, kata Kyai Cholil, hasrat politik jangan sampai melupakan seseorang pada ranah-ranah publik yang menjadi simbol pemersatu.
“Artinya ada tempat tertentu yang tidak boleh digunakan untuk kampanye atau untuk mendukung salah satu calon atau pasangan calon, contohnya masjid dan tempat ibadah lainnya.
Sementara itu, Kyai Zubaidi, sebagai Narsum kedua, menekankan pentingnya para dai-daiyah dan pengurus masjid memperhatikan metode dakwahnya di tahun politik ini.
Dai-daiyah menempati tempat yang strategis sebagai influencer, karena para dai-daiyah lah yang dapat berbicara di depan umat baik melalui mimbar formal ataupun ceramah-ceramah umum lainnya.
“Sebagai influencer, dai-daiyah dapat membangun imej dan persepsi masyarakat tentang isu tertentu dan bahkan dapat menggerakkan masyarakat untuk berbuat apa atas dasar keyakinan yang dibangun para influencer. Karena itu di tahu politik ini para dai-daiyah hendaknya mendakwahkan hal-hal yang mendorong semakin kuatnya beragama dan membangun persatuan dan kesatuan di tengah banyaknya perbedaan.” kata KH.Zubaidi dalam paparannya.
Adanya perbedaan preferensi politik, lanjut Kyai Zubaidi, adalah sebuah keniscayaan, untuk itu para dai-daiyah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa perbedaan preferensi politik tidaklah berpengaruh kepada keyakinannya, karenanya kata Kyai Zubaidi, dai harus terus menggelorakan semangat ukhuwah, kesejukan dan kedamaian.
Adapun Irjen Pol (Purn) Hamli, pada kesempatan itu mengingatkan para peserta akan bahaya gerakan ektrimisme yang dapat membuat kekacauan di tengah panasnya situasi politik.
“Gerakan ektrimisme tidak akan berhenti selama idiologinya masih terus hidup di tengah-tengah masyarakat, dan di saat-saat masyarakat dalam keterbelahan, maka ektrimisme ini akan memanfaatkannya untuk mencapai tujuannya,” demiakian Jelas Pak Hamli.
Lebih lanjut Pak Hamli menegaskan bahwa gerakan ektrimisme ini terus hidup karena disemangati keyakinan keagamaan tentang keindahan pasca kematian dari sebab yang dianggapnya sebagai jihad, padahal tindakan terorisme.
“Dan para teroris akan memanfaat situasi kacau untuk menambah kekacauan dan ketakutan karena dengan itu para ektrimis berharap tujuannya tercapai,” Ucap Irjen Pol (Purn) Hamli mengingatkan agar semua pihak waspada.(Abi).