Hikmah Kematian Bagi Organisasi.
Dr. Muhammad Fahmi Akbar
Kematian merupakan kepastian yang akan dialami oleh semua manusia. Namun setelah peristiwa itu terjadi akan muncul kebahagiaan atau fitnah.
Hal inilah yang harus diantisipasi, agar setelah kematian kita atau saudara kita yang hadir adalah kebahagiaan.
Bagi organisasi atau lembaga, kematian seseorang akan berdampak terhadap kehidupan pergerakan. Apalagi beliau yang pergi tersebut memiliki peran strategis dalam menggerakkan roda organisasi.
Karena itu ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian. Pertama, amanah organisasi. Amanah organisasi ini akan dibatasi oleh periodisasi. Entah periodisasi organisasi atau periodisasi hidup manusia. Dibutuhkan effort yang besar untuk menuntaskan semua amanah yang melekat pada setiap kader pergerakan.
Mereka yang mampu menuntaskan amanah termasuk golongan orang yang beruntung. Dalam terminologi agama beruntung diartikan masuk sorga.
والذين هم لاماناتهم وعدهم راعون
Artinya: “Dan orang yang menepati amanah dan janjinya” (Al Mukminun: 8)
Kedua, persoalan kaderisasi. Dakwah amar makruf dan nahi mungkar serta pembaharuan ini harus tetap lestari. Permasalahannya bagaimana melanjutkan tanpa adanya kader yang memahami karakteristik organisasi.
Nabi Ibrahim paham sekali akan beban dakwah tersebut, akhirnya berdoa;
رب هب لي من الصالحين
Artinya: “Tuhanku berikanlah padaku keturunan yang sholeh” (Q.S. As Shofat: 100)
Devinisi Sholeh bukan hanya rajin beribadah, namun lebih luas dari itu yaitu sanggup menjadi agen perbaikan. Organisasi adalah sarana mewujudkan kebaikan. Bila tidak ada yang menggerakkan kebaikan didalamnya maka selesailah kehidupan organisasi tersebut.
Ketiga, cinta yang terbatas. Cinta pada keluarga, harta, dsb merupakan fitrah yang tidak bisa ditolak. Sebagaimana firman Allah,
زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة الانعام والحرث ذالك متاع الحياة الدنيا والله عنده حسن المأب.
Artinya: “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan pada apa yang diinginkan yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari emas dan perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga)”. ( Q.S. Al Imran: 14)
Namun kecintaan terhadap semua itu harus di bawah cinta kepada Allah sebagai pemilik segalanya. Ketika mereka hilang, akan terasa penyesalan dan marah. Penyesalan tidak memaksimalkan potensi yang ada untuk taat kepada Allah. Marah karena merasa semua itu miliknya.
Organisasi bukanlah milik pribadi. Rasa cinta yang dimiliki tidak boleh menutup partisipasi orang atau kelompok lain. Cinta harus diwujudkan dalam bentuk keinginan untuk membesarkan organisasi. Seandainya suatu saat dipisahkan Allah karena ajal tiba, maka dirinya akan dikenang sebagai orang pernah berjasa bagi organisasi tersebut.
Sesuai pesan Rasulullah, ” Sebaik-baik manusia adalah mereka yang mampu berkontribusi bagi orang lain” ( H.R Tabrani)
Cinta yang berlebihan hanya akan mengantarkan pada kekikiran, kemalasan, dan menjerumuskan kelembah neraka. Tidak ada cara lain selain belajar untuk melepas satu-persatu rasa cinta hanya untuk Allah. Sehingga pada saatnya berpisah bukan kesedihan yang terasa, namun bahagia karena semua sudah kembali pada pemiliknya.
Liqo Tarbawi, Jakarta 25 Juli 2021